Cara Menghadapi Drama Anak Remaja

 Kita tau, penanganan anak remaja sangat  berbeda dengan anak-anak di jenjang usia lainnya. Prilaku mereka terkadang di luar ekspektasi kita. Apalagi kalau sudah muncul "drama" yang membuat kita kebingungan menanggapinya. Dibutuhkan cara penanganan yang tepat agar tidak terjadi kesalah pahaman.

Salah satu penyebab munculnya “drama” antara orang tua dan anak adalah metode komunikasi yang kurang tepat. Anak mengharapkan orang tua lebih mengerti keadaannya, sedangkan beberapa orang tua merasa berhak untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh sang anak. Oleh karena itu, berikut beberapa cara yang bisa orang tua lakukan untuk menghadapi drama anak remaja:

1. Berikan Anak Kepercayaan

Anak memerlukan kesempatan untuk dipercaya. Jadi, biarkan ia membuktikan bahwa dirinya pantas mendapatkan kepercayaan tersebut. Misalnya, saat ia meminta izin untuk berkumpul dengan teman-temannya, sebaiknya ibu tidak melarang. Sebab, selama ia memberitahu dengan siapa dan kemana ia akan bermain, ibu tidak perlu khawatir. Jika ibu ragu, ibu bisa meminta kontak teman bermainnya untuk bertanya dan berjaga-jaga jika ponselnya tidak bisa dihubungi.

2. Berikan Ruang Privasi pada Anak

Sebagai orang tua, ibu mungkin ingin selalu tahu apa yang dikerjakan anak. Tapi ingat, anak yang beranjak remaja juga butuh privasi. Menurut studi dari Universitas Colombia, anak-anak memerlukan tingkat privasi tertentu yang disesuaikan dengan usia dan perkembangannya. Misalnya di usia tertentu, anak mungkin akan lebih tertutup mengenai kesehariannya. Selama tidak ada yang janggal, orang tua tidak perlu khawatir. Namun jika ada, orang tua boleh khawatir dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Diantaranya dengan mengajak anak berbicara, bertanya ke teman dekatnya, atau mencari tahu lewat akun media sosialnya.

 3. Jadilah Pendengar yang Baik

Usia remaja adalah masa peralihan. Akan ada banyak hal yang terjadi pada kehidupan anak, mulai dari perubahan fisik akibat pubertas, masalah pertemanan, hingga kisah percintaan. Oleh karena itu, agar anak tidak salah “langkah”, otang tua bisa memposisikan diri sebagai teman dan pendengar yang baik. Biarkan ia merasa diterima, karena para remaja akan lebih terbuka saat privasinya dihargai. Dengan begitu, ia akan merasakan adanya dukungan keluarga pada masa remajanya.

4. Jangan Ragu Ungkapkan Perasaan

Beberapa orang tua mungkin akan memarahi anak yang pulang larut malam karena merasa khawatir. Meskipun berniat baik, tindakan tersebut belum tentu diartikan sebagai bentuk kekhawatian oleh sang anak. Oleh karena itu, daripada menunjukkan amarah, akan lebih baik jika orang tua mengungkapkan perasaan yang sejujurnya. Misalnya, “Ibu kan khawatir kalau kamu pulang malam dan enggak ada kabar. Jangan diulangi lagi, ya”. Dengan begitu, anak akan mengerti apa yang dipikirkan orang tuanya dan mengetahui apa yang boleh dan harus dilakukan untuk menjaga perasaan orang tuanya.

Sebagai manusia biasa, anak dan orang tua tentu tidak luput dari kesalahan. Karena itu, baik anak ataupun orang tua perlu belajar ikhlas untuk saling memaafkan. Karena apapun yang terjadi, hubungan anak dan orang tua tidak akan terpisahkan. 

Dan orang tua harus banyak mempelajari sifat anak. Apa yang dia mau, bagaimana perlakuan yang dia butuhkan Dan apa yang dia tidak sukai. Dengan begitu, orang tua bisa menentukan cara terbaik untuk menangani setiap prilaku nya baik prilaku yg baik maupun pelanggaran-pelanggarannya.



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama